Halaman

Selasa, 31 Januari 2012

Kurma

Hari Pertama

Halo, Malvina. Aku tak menanyakan kabar, karena aku tahu kau dalam keadaan baik. Oh ya, aku membawakan satu buah kurma yang kuselipi dalam amplop surat ini. Semoga kurma itu masih dalam keadaan baik seperti saat aku mengirimkannya. Tolong, coba kurma itu ya. Aku tahu kau tak suka kurma, aku tahu kau hanya pernah mencobanya satu kali seumur hidup, aku tahu kau menganggapnya itu asam, tapi tolonglah. Cobalah kurma itu. Kurma itu sangat beda dari kurma-kurma yang sudah ada.

Ini surat pertamaku. Kau tak perlu tahu siapa aku, tetapi sadarilah. Karena, aku selalu menatapmu dari jendela. Tak perlu melihat jendela tetangga, yang jelas aku melihatmu. Dicoba, ya.


M.

Aku segera mencari kurma didalam amplop putih itu. Amplop yang sangat bening. Bersih. Tak ada warna yang mencemarinya. Tak ada perangko, jadi kusimpulkan Sang Pengirim bukan dari tempat yang jauh.

Setelah aku menemukannya -dengan terpaksa -aku menggigit kurma itu sebagai peristiwa kedua dalam hidup.


...Dan aku hanya bisa tersenyum puas. Lidahku mengatakan dia sangat menyesal. Sensasi kurma ini membuatku membeku tergoda.


Hari Kedua

Tahukah kau, Malvina? Aku sangat terbahak melihat aksimu kemarin. Kau sangat menikmati kurma itu, bukan? Konyolnya, kau terus mencari kurma yang lain dalam amplop yang jelas-jelas sudah kukatakan hanya ada sebuah kurma.

Kini, aku membawakanmu dua toples kurma. Jangan khawatir, kurma ini sama seperti kurma yang kemarin. Bahkan, rasanya bisa berlipat-lipat lebih lezat dibandingkan kemarin.

Sekali lagi, tak usah pedulikan siapa aku. Jelasnya, aku peduli padamu. Aku mengirimkan surat beserta kurma ini agar kamu dapat merasakannya lezatnya makanan para haji ini.

Selamat berpesta kurma,

M.

Jujur, aku melompat-lompat bahagia saat menerimanya. Dan aku belum pernah dikirimkan kurma sebanyak ini. Segera aku memakannya tanpa henti. Membiarkan kurma ini menari-nari di rimba air liurku. Pasrah akan kurma yang bersentuhan dengan berbagai enzim dimulutku. Jika sudah seperti ini, sepertinya hari ini aku akan bersendawa kurma.

Oh ya, untuk M, siapa bilang aku peduli dengan identitas dirimu? Siapa yang berkata bahwa aku terus mencari dirimu?

Maaf, ya. Aku sudah mengetahui siapa Sang Dalang dibalik surat-suratmu ini. Tunggu saja. Aku akan menemukanmu. Tanpa harus mencari.


Hari Ketiga


Lagi-lagi aku tertawa geli, Malvina. Harus kuakui, kau benar-benar hebat. Sekarang, aku mengetahui mengapa kamu suka mengomentari orang lain. Karena dirimu sudah tidak ada yang bisa dikomentari, direnungi, dikoreksi, oleh dirimu sendiri! Kau sangat mengenali dirimu sendiri!

Aku sangat salut saat aku mendengarnya dilubuk hatimu yang paling dalam, bahwa kau tidak perlu mencari diriku, karena kau sangat mengenalinya. Hatimu dan otakmu rindu akan 'firasat' yang saling mengubungkan keduanya -setidaknya untuk tiga hari. Kau benar-benar mengetahui firasatmu sudah terbang kesana, ya.

Dan yang sangat menakjubkan, kau tahu bahwa kurma-kurma lezat itu berasal dari surga. Dan kau juga mengetahui bahwa jiwamu yang mencuri kurma-kurma itu!

Mungkin ini surat terakhirku, karena tidak ada lagi yang perlu dikirim dan tak ada lagi yang perlu diungkap. Kita, raga, jiwa, hati otak, dan lainnya akan bersatu lagi. Di alam sana.

Oleh karena itu, kutancapkan tanaman kurma ini kemakammu saja, ya. Biar orang-orang heran mengapa ada pohon kurma dimakammu.


Salam hangat,


Malvina, jiwamu yang sudah lebih dulu keatas sana.

P.S. Aku sungguh meralat semua perkataanku kalau kamu hebat! Kudengar, orang-orang yang sedikit lagi meninggal mempunyai firasat bahwa dirinya akan meninggal! Pantas saja kau mengetahui segala tetek bengeknya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar