Halaman

Rabu, 11 Januari 2012

Langit, Bumi dan 29 Februari

29 Februari 2004

“Kau mau menjadi kekasihku?” tanyaku gelagapan. Aku sudah memikirkan ini semalaman. Bahwa rasa ini memang tak bisa dihilangkan. Walau kita berbeda, entah mengapa kita saling berkaitan.

Kau mulai menunjukkan respon.

Aku mengatup bibir, siap mendengarkan apapun jawabanmu.

Kau mulai menggerakkan kepalamu, mengangguk, dan tersenyum.

Aku segera membuang napas lega dan membalas senyum manismu itu. Aku bisa mematahkan perkataan orang-orang banyak. Mereka bilang, langit dan bumi takkan bisa menyatu. Apabila mereka bersatu, itu yang bernama kiamat. Dan malam ini, aku berhasil menghancurkannya.

Jika kau masih mengingatnya, dimasa suramnya kuliah kita, malam itu kita menghiasnya dengan bintang-bintang di langit. Kau, anak astronomi. Dan aku, anak geografi.

Dan memang benar, lukisan alam Tuhan yang ada di bumi ini, takkan indah bila tanpa langit yang selalu menemani.

Dan, itu juga ada padamu, Mars.

Sepanjang tahun 2005

Kalau kau bisa membaca pikiranku sejak malam itu, kau pasti menganggap aku bodoh. Dimana aku menunggu, menunggu dan menunggu tanggal itu. Aku merasa bodoh setelah menemukannya di Paman Google.

Pada malam 28 Februari, kau puas menertawaiku. Seolah-olah kau memang ahlinya dari segala kekeliruanku selama ini. Malam itu, kau menjelaskan apa itu yang namanya ‘Tahun Kabisat’, ‘Satu hari sebenarnya bukan 24 jam’ dan lainnya. Sedangkan aku, hanya mengangguk-angguk tolol.

Saat kau ingin menjelaskan sejarah Tahun itu, alarm teleponku berbunyi. Awalnya, kukira ini aka nada 29 Februari. Walaupun saat itu menjadi 1 Maret, aku tetap menanyakannya padamu.

“Marsella…”

Kau menengok, memperlihatkan mata birumu yang indah seperti langit. “Ya…?”

“Kapan aku bisa meminangmu?”

Pertanyaan itu memang konyol. Mengingat hubungan kita baru saja…

“Aku akan jawab, saat hubungan kita berusia satu tahun. Saat kita, bertemu dengan 29 Februari. Lagi.”

Ucapmu yang langsung meninggalkanku dengan penuh pertanyaan.

29 Februari, 2008

Sekarang, langit memang tidak sedang bersahabat. Ia menuangkan semua air yang ada diatas ini. Saat aku ingin mengeluh, sekarang kusadari tidak ada yang akan membantah keluhanku.

Awan hitam yang sekarang setia denganku saat ini.

Di depan makammu, aku menangis. Menangis ditengah hujan yang memang pintar menyembunyikan tangisanku ini.

Aku terus bertanya. Katamu, aku harus menunggunya setahun. Tetapi?

Apakah ini yang kamu maksud?

Aku menunggu jawaban langit. Langit yang selalu kau puja-puja ini. Langit yang selalu menemani bumi yang makin hancur.

Dan, langit menumpahkan semuanya. Ia seolah mudah mengucapkan bahwa kamu hanya guru astronomiku, guru kabisat, teropong hidupku, guru planet dan intinya, aku harus melupakanmu. Semudah itukah langit mengatakannya semua?

Tetapi, apakah itu kau yang menjawabnya? Apakah langit yang berbohong?



…Dan yang jelas, kau benar-benar bukan sekedar Guru Langit.

29 Februari 2012

Jika kau masih ada disampingku, aku akan mengatakan bahwa aku menemukan 29 Februari yang lain di tahun ini. Dan satu yang perlu kau ingat,






Aku kangen kamu, Mars.


Selesai


P.S. @hurufkecil, ini fiksi #kangenmantanunite –ku. Masih fiksi. Karena bohong tak selalu salah, kan? :D


Gambar: achienkchan34.wordpress.com ;D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar