Halaman

Sabtu, 12 Mei 2012

Kopi


Teleponnya bergetar.
Ia merogoh sakunya, melirik sedikit layar teleponnya:

Panggilan Masuk
Rhea

Sigap, ia memasukkan lagi teleponnya ke sakunya dalam. Berusaha bertingkah normal lagi di depan istrinya dan anaknya. Berharap istrinya tidak berprasangka apa-apa. Apalagi Aluna, anaknya yang suka bertingkah macam-macam. Bisa-bisa merusak acara makan malam yang jarang-jarang dilakukan ini.

Teleponnya bergetar lagi.
Ia merogoh sakunya, melirik sedikit layar teleponnya:

1 Pesan Baru
Rhea

Dengan mata yang terus memeriksa kedua bola mata istrinya, ia melihat pesan itu:
 Mas, bisa ke kedai kopi yang biasa nggak? Sudah lama nih aku nggak ngeramal orang lewat kopi.

Ragu, ia membalas:
Nggak bisa, Rhea. Aku sibuk. Aku juga tidak mau minum kopi sekarang. Maaf ya.

"Siapa Mas?" istrinya akhirnya menyadari suaminya yang terus melirik ke bawah meja makan.

Nama yang dipanggil mendongak, berusaha bertingkah normal dan tersenyum, "Bukan, urusan kerja,"

Istrinya hanya mengangguk-angguk saja, malas menyelidiki lebih lanjut.

KRINGG!
Suara telepon berdering lagi.

Ia terperanjat sedikit. Menerka-nerka: Perasaan sejak tadi teleponku dalam kondisi getar! Kok...

"Biar Aluna yang angkat, Bu," Aluna melompat dari tempat duduknya, bergegas menuju telepon rumah.

Ia bernapas lega. Rasanya jantungnya berhenti berdegup sementara. Dan ingin mengoceh banyak di depan Rhea saat bertemu.

Tak lama, Aluna kembali dan melanjutkan makan malamnya.

"Siapa, Lun?" tanya istrinya sambil mengunyah makannya lembut.

"Aluna juga nggak tahu. Mungkin.... iklan badut ulang tahun," jawabnya sambil terkikik kecil, cengengesan. Tak mau tahu, bahwa orang tuanya dibuat heran olehnya.

***
Pagi yang dingin, matahari masih malu-malu untuk menyembul ke permukaan.

"Ayah, mau Aluna buatkan kopi?" tangan mungil anaknya menepuk bahunya keras. Membuyarkan barisan aksara yang sedang ia baca.

Sigap, ia melepaskan koran dan menengok, "Aluna sudah bangun? Tumben, ini kan masih pagi?"

Aluna hanya menyengir khas, "Ayah mau nggak? Jarang-jarang lho, Aluna mau buatkan kopi,"

Ia tersenyum dan membelai pipi anaknya lembut, "boleh. Makasih ya, Sayang,"

Tak terlalu lama, Aluna kembali dengan membawa secangkir kopi hangat. Baunya menyeruak memenuhi udara yang masih bersih.

"Silakan diminum, Ayah..." Aluna menopang dagunya di samping ayahnya. Menunggu ayahnya meneguk habis kopi buatannya.

Selang 1 menit, ia meletakkan cangkir kopinya di meja. Dan...

Aluna mengambil cangkir itu cepat. Melihat dasar kopi, menganalisis sesuatu.

"Waaaah, benar! Ayah sedang jatuh cinta lagi! Pasti sama Tante Rhea, ya? Pasti Tante Rhea seneng kalau denger ini!"

Matanya langsung membulat, membekap mulut anaknya cepat. Otaknya heran walau itu harus disingkirkan dulu, karena yang lebih penting, istrinya tidak mendengar ucapan Aluna tadi. "Hussh! Aluna ngomong apa tadi? Aluna belajar dari mana?"

Aluna melepas bekapan tangan ayahnya dan tertawa kecil. "Dari Tante Rhea. Semalam ia menelepon, Aluna diperintahkan untuk membuatkan kopi dan meramalnya. Katanya, dia kangen banget sama Ayah,"

Ia mendengus kesal. Batinnya berteriak keras, mengelukan nama selingkuhannya:

RHEAAA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar