Halaman

Jumat, 28 Oktober 2011

Kicauan Anak Kabisat

Perkenalkan,
Aku anak kabisat yang sudah menjalani hidup 12 tahun tapi masih dianggap 3 tahun. Dan aku, anak kabisat yang membenci tanggal 29 Februari, tapi tidak untuk hari ini.



MALAM HARI- lilin-lilin kecil menyala. Ayah dan Ibu begitu mengagetkanku dengan membawakan kue kesukaanku. Aku mendambakan ini selama 4 tahun. Melihat temanku yang setiap tahun dapat merayakan ulangtahunnya, dan aku tidak. Aku merasa ini aneh. Aku merasa ada kelainan dalam hidupku.

...Yang membuatku bingung jika menjawab pertanyaan yang sangat umum.

Umurmu berapa?

Pertanyaan yang simpel seperti mie gelas buatanmu. Tetapi ini seperti membuat pizza, bagiku. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Ini sungguh menyiksa. Walaupun Ayah selalu mengatakan bahwa aku harus menghitung umurku yang sebenarnya, tetapi aku selalu ragu untuk menjawabnya. Jika aku menjawab 'umur' dengan memperhitungkan berapa kali aku ulang tahun, aku merasa aneh. Mungkin orang lain akan lebih merasakannya.

Saat aku mengalami insomnia, menghitung domba bukan solusi yang aku sering gunakan. Aku selalu membayangkan masa depan dengan tanggal yang memiliki dua digit angka ini. Misalnya, :

'Jika aku sudah kakek-kakek nanti, disamping istriku yang sudah mulai kusut juga, anak-anakku berada disampingku, dan cucu-cucuku yang asik bermain. Aku tak bisa membayangkan jika semua anggota keluargaku lahir dengan tanggal selain 29 Februari. Aku bisa dikatakan tua sebelum waktunya. Itu berarti, jika dihitung dari umur, aku lebih muda dari anakku. Dan itu mengerikan.'

Kau bisa membayangkannya?

Ya ampun, kenapa ini begitu aneh? Kalau harus empat tahun sekali agar ada tanggal 29 Februari, lebih baik itu ditiadakan. Jika begitu, aku bisa ulang tahun pada tanggal 1 Maret. Seperti anak-anak lainnya.

***
"Ingin diabadikan?" tanya kakakku yang baru datang sambil memegang kamera hitam.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Ayah dan Ibu pun menghampiri diriku, dan merangkulku.

"Merapat."

Kami pun semakin rapat. Dan menampilkan senyum. Seadanya.

"1...2...3..."

Cahaya blitz menyerang mataku. Dan aku bergerak kembali setelah dibekukan oleh kamera hitam itu.


Selamat malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar