Halaman

Jumat, 04 November 2011

I.

Aku akan pergi. Ya, itu pasti.

PAGI HARI- Suasana keluarga Pak Ahmad seperti biasanya. Istrinya, Bu Ani menyiapkan kopi untuk suaminya dan beberapa selai roti. Sedangkan Pak Ahmad hanya duduk terdiam sambil membaca koran. Ia tampak bosan dengan berita yang ia baca. Berita buruk. Selalu. Wajahnya mengkerut, mengeluh 'Kapan berita baik akan muncul?' Istrinya terus mengaduk kopi yang semakin larut. Sesekali Bu Ani memandang televisi yang menampilkan infotaiment yang rutin muncul setiap pagi.

"Pak, liat tuh Pak. Bener kan yang Ibu bilang? Dia bakalan cerai? Siapa suruh merebut suami orang. Hukum karma itu tetap berlaku! Waktu itu, dia bilang..."

Ocehan istrinya terus berlanjut. Pak Ahmad hanya mengangguk-angguk. Sadar ocehannya tak ditanggapi, istrinya bertanya.

"Pak?"

Pak Ahmad semakin larut kedalam paragraf 'Seorang Ayah Membunuh Istri dan Anaknya Sendiri'.

"Pak!"

Pak Ahmad langsung tersentak. "'Hah? Iya-iya. Karma memang berlaku dari dulu." ucapnya.

Istrinya hanya mengkerut. "Ini kopinya,"

Bu Ani meletakkan kopi diatas meja dan berbalik badan. Langkahnya menjauh dari Suaminya. Tiba-tiba, Bu Ani berbalik badan kembali, dan menghampiri Pak Ahmad.

"Pak, Bapak kenapa? Kenapa akhir-akhir ini jadi berbeda? Bapak sakit? Kenapa enggak bilang sama Ani.." ucap Ani lirih. Dia menyadari perilaku suaminya akhir-akhir ini jadi berbeda.

Pak Ahmad hanya menggeleng dan tersenyum. Dan menyeruput kopinya.

***
Dari arah belakang, Bu Ani hanya memandang heran. Waktu sudah menunjukkan jam 06.47, tapi suaminya belum bersiap-siap untuk ke kantor.

"Pak, Bapak gak kerja? Dikit lagi Bapak bisa telat loh." ucap Bu Ani sambil menarik bangku dan duduk disamping suaminya.

Bapak menyeruput kopinya kembali. "Tidak. Bapak ambil cuti, nanti ada tamu yang mau datang. "
Alis Bu Ani mengkerut. "Siapa?"

"Nanti kau lihat saja ya," jawab Pak Ahmad sambil membuka lembaran koran selanjutnya.

"Pak,Pak. Bapak ini sudah ambil cuti, rutinitas setiap hari itu minum kopi sama membaca koran, jadi semakin mirip sama orang pengangguran! Atau... orang menikmati masa pensiun." canda istrinya.

"Haha. Memang Bapak pengin bener-bener pensiun dari hidup!" serunya.

"Tapi, Pak. Bapak gak takut nanti bakal dipecat karena ambil cuti terus?" tanya istrinya cemas.

"Biarin." jawabnya yakin.

Istrinya menghela napas. "Kalau Bapak gakerja, Ani juga bakalan pensiun. Gak ada yang mau dimasak kalau uang gak ada," ucap Bu Ani sambil tertawa.

Mereka pun tertawa. Untuk beberapa detik saja. Setelah itu suasana sunyi. Hanya angin dan gesekan daun yang berisik. Mereka tidak.

"Bu.." ucap Pak Ahmad pelan.

"Iya?"

"Bapak.. mau minta maaf atas selama ini. Bapak tahu Bapak sering buat Ibu jengkel. Maafkan yang kemarin-kemarin dan selama pertemuan kita, ya. Bapak gak tahu kapan bisa mengucapkan maaf kepada Ibu. Jadi, sekarang saja ya. Bapak minta maaf." maafnya pelan.

Ibu terkikik kecil. "Ani selalu memaafkan Bapak. Selalu."

Pak Ahmad tersenyum dan meneguk kopinya lagi. "Dan tolong jaga anak-anak kita, ya."

***

Dia sebentar lagi datang. Ya, aku merasakannya.


"Bu, Bapak tidur pagi menjelang siang dulu, ya." ucap Pak Ahmad.

Bu Ani hanya mengangguk dan kembali sibuk dengan pekerjaan memasaknya. "Nanti kalau sudah matang, Ibu bangunkan Bapak, ya." ucap Ibu tanpa memandang suaminya. Ia memandang wajan. Wajan yang mirip suaminya. Pak Ahmad segera meletakkan kopi dan korannya. Dan ia memasuki kamar.

Dia datang, berada di depanku.

Pak Ahmad tak bisa mengatakan 'selamat datang' atau 'kenapa tidak bilang-bilang' dan semacamnya kepada orang yang berada didepannya. Ia terdiam lemas tanpa kata. Badannya sudah tidak kuat lagi untuk bangkit. Terbaring lemas di tempat tidur dan pasrah. Keringatnya mendingin. Sesak napas semakin terasa. Pak Ahmad meremas kasurnya. Rasa sakitnya tak terbendung lagi...

...Rasa sakitnya bagaikan tertusuk 300 pedang.

Aku semakin menjauh dari diriku.

Aku dapat melihat diriku terbaring lemas. Jarakku semakin menjauh dari badanku. Dari sosokku yang sangat kukenali. Aku bisa melihat diriku sendiri tanpa kaca sekarang. Itu tampak jelas.





...I, kau telah melaksanakan tugasmu dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar