Halaman

Jumat, 28 Oktober 2011

Curhatan Sang Upil

Pada suatu hari, di sebuah rumah yang berukuran kecil, terdapat didalamnya sebuah meja yang bersandar di dinding. Kalau kamu teliti dan membawa kaca pembesar...


...Kamu akan melihat dua buah upil.

Upil yang bulat dan hijau. Upil kesatu, dia menempel di lantai. Dengan tubuhnya yang lengket, dia hanya bisa pasrah kalau suatu saat akan tersapu. Upil kedua, dia menempel di dinding. Entah siapa yang menempelkannya. Jika kamu jeli dan memasang telingamu baik-baik...


...Kamu akan mendengar perbincangan mereka.

Sekarang, duduklah dengan manis. Dengarkanlah perbincangan mereka...

"Huhuhuhu.." Upil pertama. pun menangis. Mengangis yang tiada hentinya. Upil kedua hanya bisa memandangnya jengkel. Rasanya ingin membunuhnya. Tapi apa daya, dirinya juga sedang menempel di dinding.

"Ya ampun berisiknya, kamu bisa diam enggak sih?" tanya Upil kedua.

"Huhuhu... aku..."

Pause.

(Sebelum dilanjutkan, sebaiknya kita memanggil upil kesatu dengan 'Upal' dan upil kedua 'Upol'.)

Play.

"Huhuhu... aku telah dibuang oleh pemilikku.." ujar Upal dengan sedih.

"Haha. Apa yang perlu disedihkan? Aku saja merasa senang bisa keluar dari hidung pemilikku. Hidung pemilikku penuh dengan ingus. Aku tak betah disana." seru Upol.

"Itu beda! karena kamu itu baru sebentar di hidungnya! Aku? Aku sudah 4 hari ada disana! Aku sudah terlanjur cinta pada pemilikku!" ujar Upal sambil mengeluarkan air mata.

"Cinta? Buat apa kita cinta kepada Manusia! Jangan percaya padanya!" protes Upol.

"Tidak! Dia itu manusia yang baik! Buktinya, dia bisa mempertahankan aku di hidungnya selama 4 hari!"

"Lalu? Apa buktinya? Sekarang kamu ditempelnya diam-diam di lantai saat ia Salat kan? Tepatnya dibawah sajadahnya kan?"

Upal semakin menangis. Dia begitu galau karena sudah di PHP-in oleh pemiliknya. Di otaknya (Tolong maklumi kalau upil punya otak. Hanya untuk saat membaca ini saja. Ya?) , muncul memori-memori saat ia bersama pemiliknya.

...Saat pemiliknya disuruh membuang ingus oleh Ibunya, dia menolak.
...Saat pemiliknya tak pernah risih saat Upal ada di hidungnya.
...Saat pemiliknya rela tidur dengan sesak karena ada Upal di hidungnya.

Dan, yang paling membuat Upal semakin sedih adalah saat pemiliknya rela mendapat julukan 'Manusia Upil' oleh teman-temannya. Mengenaskan.

Memori-memori itu terus menari-nari di otak Upal. Upal semakin tak ingin berhenti menangis. Uuu, so sweet..

"Apa dia membuangku karena dia sudah tak kuat mendapatkan julukan 'Manusia Upil'? Apa dia sudah malu mempunya upil seperti aku? Apa dia sudah jatuh hati kepada upil yang lain?"

Upol yang melihat teman seperjuangan itu akhirnya merasa iba. Dan... Upol mengeluarkan air mata.

"HUAAA! Cukup Upal! Cukup! Aku tak kuat mendengarnya!" ucap Upol menangis.

"Seandainya, kalau aku tahu akhirnya begini.. Kalau aku akhirnya akan ditempel dilantai.. Lalu apa maksudnya merawatku dihidungmu selama 4 hari? Kenapa kau membuatku yakin kalau kau manusia baik? Lalu apa maksud itu semua? Busuk!" ujar Upal yang menangis tambah keras.

"HUAHUAHUA! Bagaimanapun juga, aku senasib olehmu, Upal! Aku juga ditempel di dinding! Aku merasakan kesedihan itu!" curhat Upol.

"HUAAA... Kenapa kita diciptakan sebagai upil? Kenapa kita lahir dihidung manusia yang tak bertanggung jawab?" Upal menangis semakin kencang. Dia tak bisa lagi menahan kesedihannya. Upol pun begitu, dia mengalir terbawa suasana kesedihan Upal. Oh, sedihnya...

Tiba-tiba, sebuah alunan musik terdengar. D'masiv. Jangan menyerah.

Syukuri apa yang ada...
Hidup adalah anugerah..
Tetap jalani hidup ini...
Melakukan yang terbaik...

Saat Upal dan Upol mendengarnya, tiba-tiba air matanya mengering. Mereka sadar, bahwa hidup mereka belum berakhir.

"Sudah, Upal! Jangan terlalu terbawa dengan kesedihan! Kita masih bisa melakukan sesuatu! Dengan memasuki hidung manusia yang lain!" seru Upol menghibur Upal.

Upal pun tersenyum. "Benar, kita juga harus bersyukur menjadi upil. Ya, galau pasti berakhir!"

"Hidup upil!"

Mereka pun tertawa bersama di tempat mereka menempel yang terbatas.

Cklek!

Pintu pun terbuka. Suara manusia melangkah terdengar. Upal dan Upol pun menoleh. Terdapat dua anak kecil yang masuk. Tiba-tiba...

"Itu pemilikku!" seru Upal menunjuk anak yang berbaju biru.

"Itu majikanku!" seru Upol menunjuk anak yang berbaju hijau.

Mereka pun terbengong-bengong. "Jadi selama ini, pemilik kita itu berteman?" ucap mereka bersamaan.

Dua anak-anak itu pun bermain mobil-mobilan. Upal dan Upol memandang dengan melas kepada pemilik mereka masing-masing. Serasa dalam lubuk hati Upal dan Upol paling dalam...

Masihkah kau ingat dengan diriku? Upil yang kau sayangi dulu?

Tiba-tiba, anak yang berbaju biru mengeluarkan suaranya. "Aduh! Sepertinya di hidung aku ada upil, deh!"

Anak yang berbaju hijau pun berhenti bermain. Dia langsung melihat hidung temannya. "Mana? Mana? Aku mau lihat!"

"Ada gak upilnya?"

"Hiii... iya bener! ada upil!"

Anak yang berbaju biru pun melihat juga hidung temannya itu. "Eh! Kamu juga ada upilnya, tauk!"

"Hah? Serius? Kita buang, yuk sebelum dijuluki 'Manusia Upil' lagi!" ajak anak yang berbaju hijau.

"Yuk!"

Mereka pun mencari tisu. Upal dan Upol menganga.

"Hmppffttt!" ucap mereka bersamaan saat membuang upil sekaligus ingus mereka. Setelah itu, tisu itu mereka tata dengan rapih, dan membuangnya di tempat sampah dengan sopan.

"Sekarang, kita main lagi, yuk!"

"Yuuk..."

Dan, Upal dan Upol menangis kembali.

"HUAAA! Kenapa mereka dibuang di tisu?" ujar Upal menangis.

"HUAAA! Kenapa mereka enggak ditempel aja!" ujar Upol menangis.

Mereka hanya bisa memandang iri terhadap upil yang dibuang ditempat sampah. Upal dan Upol merasa dikhianati dan merasa ini tak adil.

"Dasar, PHP!" seru Upal sambil menangis.





Sayangilah upilmu, buanglah mereka pada tempatnya...

Selesai

2 komentar: