Halaman

Minggu, 18 Mei 2014

[FF Cinta Pertama] - Ari, Cinta Pertamaku


TIDAK semua orang mampu mengingat bagaimana cinta pertamanya bermula. Tetapi, aku ingat betul perihal satu itu.

Ari,

cinta pertamaku.

Pertemuan pertamaku dengannya bisa dibilang ajaib. Aku menemukan dirinya saat aku sedang mencoba membuka mata. Konyol, kan?

"Bangun, Cantik. Ada mimpi indah lain yang harus kamu lihat."

Suaranya. Untuk pertama kali, suara itu terdengar amat sejuk. Serak nyaris habis, tegas, dan terasa menggoda. Hatiku runtuh akan gemanya.

"Namaku Ari. Anggap aku kekasihmu untuk beberapa waktu ke depan, ya?"

Kekasih. Kami baru kenal, tetapi dia sudah bilang bahwa ia kekasihku. Kenyataannya, dia benar-benar memperlakukanku layaknya seorang kekasih. Pelukannya tak pernah lepas melingkar di pinggangku. Ia menjagaku setiap waktu, dari mataku terbuka sampai terpejam lagi. Sampai-sampai, aku dibuat cinta. Aku bahkan menganggap bahwa aku, dia, dan tempat kami berada merupakan rumah paling nyaman yang pernah ada.

Hingga membuat aku tak pernah mau keluar dari sana.

"Dunia nggak seburuk yang kamu kira, Cantik," ucapnya sambil menyuapiku makan. "Ada kalanya kamu harus keluar. Semuanya telah menunggu kamu."

"Nggak," gelengku, "selama ada kamu di sini, rumah ini sudah menjadi surga buatku."

Aku tahu kamu kelimpungan menghadapiku. Setiap bicara urusan dunia, kamu terus disambut dengan aksiku yang cemberut memeluk kaki.

"Aku nggak mau pisah sama kamu, Ri. Nggak mau," rutukku.

"Kemungkinan berpisah itu pasti ada, Cantik. Ada sesuatu yang harus kita tebus dari sebuah kasih sayang."

Pelukannya menghangat. "Kamu akan menemukan banyak sekali 'aku' di luar sana. Percayalah."

Aku hapal perkataan itu di luar kepala. Namun, bukan jaminan bahwa aku memahaminya. Jadi, wajarkah bila saat itu tiba, aku masih belum bisa merelakan apa yang harus aku tebus?

"Pecat aku sebagai kekasihmu, Cantik."

"Justru aku mau naikin jabatan kamu, Ri."

"Kita harus berpisah. Waktu sudah bilang begitu."

"Persetan dengan waktu. Aku mau hidup di dunia tapi harus sama kamu. Wajib."

Puncaknya, rumah kami pun digusur. Aku dan Ari dipaksa pergi. Aku sudah mengejang dan menangis. Sedangkan Ari hanya bisa terdiam sambil mengeratkan pelukannya di pinggangku.

Tapi, apakah kalian tahu, apa yang diucapkannya saat kami pada akhirnya berhasil keluar dan menghirup napas berdua di dunia?

"Selamat tinggal, Cantik. Aku menyayangimu."

Dan... Ia melepaskan pelukannya. Pelukan yang selama ini membekapku. Aku menjerit. Aku belum siap. Ini bukanlah hal yang sanggup kutebus. Sama sekali bukan.

Tetapi, memang di situlah akhir ceritanya. Sejak saat itu, aku tak pernah bertemu dengan Ari. Kisah itu tinggallah menjadi dongeng cinta yang terus mendengung di benakku.

Kini, aku sudah berada di depan tempat persinggahan terakhirnya. Orang tuaku bilang ia dikubur di sini. Dan keterlaluan tidak, jika aku baru mengunjungi dia lagi setelah sekian lama aku hidup?

Aku memandang sepetak tanah yang kini berada di hadapanku. Tujuanku ke sini tak lebih dari sekadar ingin memberi laporan kecil kepadanya.

Ari,

Terima kasih atas setiap detik pelukan yang pernah kamu beri kepadaku. Hal itu merangkum banyak cinta. Dunia bukan lagi suatu hal yang aku takutkan. Itu semua berkat kamu.

Aku rindu hangat pelukanmu, Ri. Sungguh.

Terakhir, apakah boleh aku membalas ucapan terakhirmu yang belum sempat aku ucap?

Aku tersenyum kecil.

Aku juga menyayangimu,

Ari,

Sang Plasentaku.


***

497 kata, tidak termasuk judul dan catatan di bawah ini.

Diikutsertakan dalam kuis flash fiction cinta pertama oleh @redcarra & @stiletto_book

2 komentar:

  1. Keren :D
    Terima kasih ya udah ikutan ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih dan sama-sama. :D Sebenarnya kepingin gabung di #MondayFlashFiction tapi belum cukup umur hahaha

      Hapus