Halaman

Senin, 23 Desember 2013

Ada Bercak Hitam di Laptopku




Ada bercak hitam di laptopku. 
Itu yang kukesali mengapa hal itu bisa terjadi saat pertama kali kamu menyapaku di chat yang disediakan forum diskusi sastra online.

Ada bercak hitam di laptopku.
Bercak itu mengumpul di satu sisi layar, hitam teramat pekat. Bercak itu diikuti satu garis hitam panjang, yang membentuk bercak hitam lagi di sisi yang lainnya. Awalnya, kukira itu kotoran sehingga aku dengan cepat mengelapnya dengan tisu basah. Tapi nyatanya, bercak itu sepertinya terjebak di dalam layar, dan tak bisa kusentuh sama sekali. Aku menduga bercak hitam ini muncul karena laptopku tergencet di dalam tas yang penuh barang.

Atau entahlah. Aku tak pandai dalam masalah beginian.

Ada bercak hitam di laptopku.
Apa hasilnya? Setiap bermain laptop kini aku seperti dituntut bermain tebak-tebakan. Aku harus meraba-raba kira-kira apa yang terjadi di balik bercak hitam di laptopku ini. Kursorku pun saat kuarahkan ke daerah itu bisa ikut tersembunyi bersama bercak hitam sialan itu. Bahkan, saat aku menulispun aku harus mengira-ngira di manakah icon bold yang ikut tersembunyi, mana nyatanya akhirnya yang kuklik adalah icon garis miring. Dan itu sungguh meresahkan. Hal itu bisa membuat aku gemertak setiap kali kesabaranku ikut dituntut.

Ada bercak hitam di laptopku.
Hari itu, buku kumpulan prosa Embun yang Culun resmi terbit. Penulisnya adalah salah satu penulis yang bukunya harus kugaet dan ikut berjajar dalam rak bukuku. Bisa kutebak, forum diskusi sastra yang kuikuti pasti ramai membahasnya. Walau aku tak pernah muncul dan ikut berdiskusi di sana, rasanya aku patut melihat apa pendapat orang tentang buku prosa yang kunanti-nantikan itu.

Ada bercak hitam di laptopku.
Hingga kamu menyapaku di chat hari itu, membuat diriku tak tertarik lagi dengan diskusi yang awalnya membuat aku penasaran.

Begini yang kamu katakan padaku hari itu:
"Hai, aku menemukan banyak sekali dirimu dalam Embun yang Culun. Kamu harus membacanya."

Satu dua detik, kamu membuat rasa penasaranku membelah menjadi dua. Pertama untuk buku prosa yang kuidam-idamkan, dan yang kedua untuk, ya, kamu.

(Tetapi sebelumnya, terima kasih atas ucapanmu. Kalimat itu meringkas banyak hal).

Ada bercak hitam di laptopku.
Sialnya, foto profil akunmu ternyata ikut terjebak dalam bercak hitam di layar. Kucoba akal-akali dengan mengecilkan-memperbesar layar, tetapi hasilnya tetaplah nihil.

Wajahmu tetap tenggelam dalam bercak hitam laptopku.

Hanya satu yang bisa kutangkap. Namamu. Dan dalam sekejap, aku langsung tersadar. Bahwa namamu, juga tak pernah muncul dalam forum diskusi yang kuikuti.

Sejurus kemudian, aku mengetikkan balasan untukmu.

"Kalau begitu, aku juga akan menemukan banyak sekali dirimu di sana."

Aku tersenyum. Akan aku simpan sebaris namamu itu dalam ingatan.

Ada bercak hitam di laptopku.
Kini aku rela bila wajahmu akan terus tertutup dengan bercak hitam laptopku. Biarlah itu menjadi misteri yang tak lama lagi akan kupecahkan. Itu tak jadi masalah.

Karena apa, kini aku punya jawabannya. Akan kutemukan banyak dirimu nanti dalam buku yang kamu bilang banyak diriku.

Tunggu saja.







Jakarta, 2013


Catatan: Kenyataannya hal ini benar-benar terjadi, laptopku sepertinya terkena dead-pixel. Muncul bercak-bercak hitam pada layar. Sehingga sangat menyusahkanku dalam menulis. Selebihnya, untuk cerita, itu hanya ide belaka yang terinspirasi dengan kenyataan menyebalkan itu.



1 komentar: