Halaman

Rabu, 23 Juli 2014

Nyata





LIMA belas menit sebelum aku tampil di atas sana.

Tanganku berkeringat. Peluhku membanjur dengan deras. Kudekap mic dengan gemetar, seraya bibir pucatku yang terus merapal berbagai macam doa.

Di sela-sela detik yang terasa seperti neraka, kalimatmu di telepon tadi sore terngiang di telingaku.

"Good luck, Key. Kamu udah latihan semalaman, lupain aja hal-hal yang buat kamu takut. Aku percaya kamu bisa. Ya?"

Aku tersenyum getir. Kamu memang satu-satunya orang yang mahir mencairkan kebekuan yang ada. Walaupun kamu nggak berada di kota ini, kamu terus memberikan semangat yang kapasitasnya kuanggap non-stop. Lewat skype, aku berlatih menyanyi di depanmu serasa orang konyol. Tetapi kamu tetap setia mendengar. Dan selalu menyelipi kalimat yang membuat segalanya terasa lebih mudah.

"Suara kamu itu serenade nina-bobo paling indah yang pernah kudengar, tau?" Ucapmu suatu waktu.

Sampai akhirnya, waktu itu tiba.

Aku melangkah ke atas panggung, dan memosisikan mic dengan siaga. Lampu panggung menyorot diriku, yang sebelumnya kuanggap diriku sebagai manusia kasatmata di dunia ini.

Aku bukan siapa-siapa.

Tapi kalimat-kalimatmu yang terngiang membuat keberadaanku menjadi nyata.

Aku mendongakkan kepala, seiring dengan musik yang mulai melantun.

Aku mulai bernyanyi.

Dan mataku menangkap kehadiranmu.

Aku tersenyum, rasa yakin di dalam diriku makin membuncah. Kalimat-kalimatmu bukan lagi ilusi semata, karena kini kamu menyaksikan aku yang menjadi nyata.

"Walaupun aku nggak menonton kamu langsung, kamu harus percaya bahwa aku selalu ada di setiap embusan napas kamu. Kapanpun itu."

Dan aku tahu, hal itu memang benar adanya.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar