Gambar: Muffintop04.DeviantArt
Matamu mulai mengembung
Rahangmu mulai mengeras
Segelintir pahit menohok lidahmu dari belakang
Kau bahkan tak sanggup lagi menolak
Kenangan-kenangan indah yang bertaburan, begitu memesonakan indramu
Kau ingin takjub, tetapi tak bisa
Kau hanya ingin berkorban demi pedih, yang ingin menyayat-nyayat tubuhmu dengan indahnya
Matamu mulai beriak, hingga aku bisa bercermin di sana
Bibirmu mengatup rapat-rapat
Kau hanya ingin merangkul celotehan hatimu erat-erat
Saling mengelus dada, saling menempuh derita
Dan pada detik yang membeku indah, kau akhirnya tersadar
Bahwa ada manusia yang rela mengenyam pahit dengan manis
Air matamu mulai menggantung malu-malu
Ingin jatuh, tetapi takut
Celetukan-celetukan hatimulah yang saat itu menopang butir air matamu
Kau ingin ambruk, tetapi berdiri saja terpuruk
Seluruh tubuhmu mulai penuh dengan memori-memori indah tak terelakkan
Sel-sel tubuhmu bergetar, goyah dengan memori indah yang tak akan bisa diindahkan lagi
Pada detik itu, kau merasakan sebuah getar yang menyelinap halus
Bahwa tangis, adalah rempah-rempah memori yang terkikis oleh masa
Hingga saatnya, aku pun bangkit berdiri
Kau benar-benar rubuh, menatapku nanar seolah sungguh
Kau jatuh dalam dekapanku, dengan kenangan pahit yang berceceran berantakan di wajahmu
Air matamu akhirnya pecah, melelehi wajahmu pasrah
Kau menggigit bibir, merasakan runyam yang mengiris-ngiris tubuhmu ngilu
Pipimu memerah, seperti ditampar oleh rayuan indah bertubi-tubi
Aku pun tergidik. Dalam kedua mataku, aku melihat segalanya
Sesak napasmu, adalah wajahnya yang menancap paru-parumu lama
Tangis indahmu, adalah butir-butir katanya yang sudah membendung lama dalam sel darahmu
Gigilan tubuhmu, adalah sejuk namanya yang sudah membuatmu beku sekian lama
Hingga aku pun melihat,
...Senyummu, yang membuktikan bahwa arus waktu tak pernah mengalir sia-sia
Dan satu hal yang membuatku terlonjak, bahwa:
Satu ibarat yang sama dalam hidupmu, bahwa cengirmu adalah tangismu
Kini, aku yang menangis
Jatuh pada jurang yang dalam, mengais-ngais hampa teramat pelam
Aku ikut merasakan bagaimana indah tak selamanya indah
Bagaimana kalap yang berpura-pura lelap
Bagaimana dusta yang bersembunyi dalam cinta
Dan, aku mengaku kalah
Kau seharusnya bahagia dalam tangismu
Ya, bahagia
Karena asal kau tahu
Aku, adalah manusia yang tak sanggup melebarkan senyum dalam prosesi tangis-menangis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar