Halo! Kembali lagi, kali ini dengan hal yang berbeda. Saya ingin memperkenalkan dengan serial baru dari blog ini, yaitu The Cupib Team. Cerita konyol penuh dengan absurditas namun mengisi kekosongan waktu, saya anggap bisa menuang indah dalam blog ini.
Karena mulai sekarang, saya ingin menulis The Cupib Team . Tokoh-tokohnya nanti juga akan bermunculan, karena pasti, The Cupib Team bukan berisi satu orang, namun banyak. Dan juga memiliki banyak kemampuan aneh.
Episode pertama, dimulai dari gadis cina, Xiao Mei. Selamat menikmati! :D
***
Pib. Pib. Pib.
Seiring
dengan deringan alarmnya yang nyaring, Mei bangkit dari ranjangnya. Tak lupa ia
mengangkat kedua tangannya, meregangkan tulang punggungnya. Ia ber-hoam-lebar,
mempertunjukkan dua lubang hidungnya yang besarnya bukan main. Namun, Mei tak
pernah ambil pusing. Dia juga tak malu-malu menyejajarkan dua lubang hidungnya
dengan sebuah goa penuh kelelawar-kelelawar yang hinggap di stalaktitnya.
Karena apa?
Pib.
Rutinitasnya
yang aneh bukan main mengantarkannya untuk menyandang sebuah titel kewarasan.
Setidaknya, menurutnya. Bukan menurut orang lain. Karena apa? (lagi), menurut
seorang Xiao Mei, semua manusia di dunia ini itu gila. Hanya beberapa yang
waras. Ya, contohnya dia.
Pib.
Sebuah
bunyi yang selalu ia suka. Ya, upilnya yang jatuh. Mei tak pernah tahu apakah
ada kotoran hidung yang jatuh dengan sendirinya dari sebuah hidung. Mei juga
tak pernah memikirkan bila apakah ada upil yang berbunyi ‘pib’ bila menyentuh permukaan. Karena seumur hidupnya peristiwa itu
terlihat langka, Mei mengkalsifikasikannya menjadi kemampuan khusus.
Jarang-jarang, kan, ada upil yang bisa berbunyi lucu seperti sandal anak-anak
yang cit-cit-cit bila berjalan.
Pib.
Tuh,
kan. Upilnya nggak terbendung lagi. Dengan mudahnya upilnya berseliweran keluar
dari tempatnya tanpa ada portal yang membendung. Mei menggeleng-gelengkan
kepalanya ekstra cepat, dan ajaibnya, upil-upilnya juga keluar lancar seperti
meriam. Mei menyeringai, dia membayangkan bagaimana jadinya bila upilnya
benar-benar meriam. Meledak di mana-mana. Kalau itu terjadi, ia bisa menggunakannya
untuk menakut-nakuti Haven yang sering menyebutnya ‘Cipil’ atau sebutlah ‘Cina
Upil’.
Pib.
Mei
bangkit dan menuju kamar mandi. Sampai sekarang, entah mengapa ia sama sekali
tidak risih atau histeris karena upilnya yang ajaib itu. Malah, dia menunggu
sesuatu dari sana. Apakah upilku bisa
berbunyi ‘hickory, dickory, dock, the mouse ran up the clock’?
***
Kaki-kaki
kecil Xiao Mei menyusuri koridor kelasnya. Derapan kakinya yang mungil seperti
sedang menapak di empuknya bantal awan. Tak terdengar. Tas kecilnya yang
menghinggap di pundaknya sangat imut bila disandingkan dengan rambutnya yang
dikucir dua dan indahnya, bergoyang-goyang. Seperti sungut semut bila berjalan,
berbunyi tuing-tuing.
Xiao
Mei pun sampai di depan kelasnya. Dan dengan santainya, ia membuka gagang
pintunya dan...
“OH
TIDAAK! CIPIL DATAAANG!” Suara Bob Si Gendut langsung berkeliaran di mana-mana.
Tersumpal puluhan roti yang masuk di mulutnya, tak menyurutkan teriakannya yang
seperti speaker masjid.
Dengan
tenangnya, Xiao Mei hanya menyipitkan matanya yang sudah sipit. Sigap, ia duduk
di tempatnya.
Xiao
Mei duduk paling belakang, paling pojok, sendirian pula. Berbeda dengan
anak-anak yang lain, yang sudah dijatahkan untuk duduk berdua sebangku. Tetapi,
apa boleh buat, Xiao Mei harus mengerti. Dia berjalan dalam radius lima meter
dari teman-temannya yang norak itu saja sudah ngacir duluan.
Dan
benar saja, gerombolannya Haven Cs datang menghampiri meja Xiao Mei. “Eww. Jadi
orang kok nggak pernah sadar, ya.” Xiao Mei hanya terdiam. Matanya benar-benar
muak melihat Haven yang sok memainkan rambutnya yang panjang.
Tak
mau kalah, Xiao Mei membenarkan kucir duanya, agar terus bisa bergoyang-goyang.
Dengan
sinisnya, Haven gemertak. Ia menghantam meja Xiao Mei. “EH! Jangan sok ikutin
gue, ya. Rambut lo itu jauh abis sama gue. Dan, rambut lo itu nggak ada yang
bisa dimainin. Namanya juga Cipil. Apa, Girls?”
Dengan
kompak, Ellie, Annie, Eve menyahut dari belakang Angel. “CINA UPIL!”
Kali
ini, Xiao Mei benar-benar marah. Berani-beraninya seorang Haven menghina-hina
kucir dua miliknya. Tidak tahukah dia bahwa gaya kucir ini peninggalan ibu Xiao
Mei? Tidak tahukah bahwa rambut Xiao Mei sangat bersejarah? Rambut yang sudah
dioles dengan darah semut?
Cepat,
Xiao Mei memasukkan jari telunjuknya di hidung. Mengobrak-abriknya, mencari
kekuatannya yang entah menyelip di mana. Seperti biasa, pencarian itu terlihat
mudah. Xiao Mei langsung menyodorkan upilnya kepada Haven, dan langsung
disambut dengan jeritan Haven yang terlihat basi itu.
“EWWW!
CIPIL! IH! IH!” Haven kabur, kembali ke tempatnya. Ia mendelik kepada Xiao Mei,
mengerucutkan bibirnya sok imut. “Ih, lo bener-bener gila, ya. Upil kok
dipamer-pamerin,”
Xiao
Mei hanya terdiam. Ya, itulah senjata ampuhnya selama ini. Senjata untuk
melumpuhkan teman-temannya yang busuknya sama semua. Satu buah upil, yang
padahal hanya benda kecil tersumbat di hidung.
Diam-diam,
ia memasukkan upilnya kembali ke hidungnya.
***
Di
tengah malam yang menusuk dingin, Xiao Mei masih terjaga.
Ia
hanya merebahkan tubuhnya di ranjang, memperhatikan upilnya baik-baik. Sungguh,
deh. Sejorok-joroknya dia, dia masih sempat untuk berpikir terakhir kalinya. Upil kan jorok. Dan upil nggak ada yang
berbunyi ‘Pib’. Maksud Mama itu apa, sih, menyuruhku untuk siap sedia dengan
upil di hidungku?
Xiao
Mei tahu, lubang hidungnya besar. Diameter hidungnya mungkin mencapai tiga
senti. Tetapi, sampai sekarang, dia benar-benar belum tahu. Mengapa almarhum
mamanya memerintahkannya untuk terus berupil?
Dengan
mata yang sudah meruyup suntuk, Xiao Mei terus memerhatikan salah satu upilnya
baik-baik. Bulat, jumbo (bila dibandingkan dengan upil manusia normal), hijau,
teksturnya tak polos, bergerigi. Ia terus memperluas matanya untuk meneliti
seluk beluk upilnya.
Selang
dua detik, matanya tiba-tiba terbeliak. Matanya membundar lebar,
mengerjap-ngerjap beberapa kali. Ia terlonjak dari tempat tidurnya,
memperhatikan upilnya yang tiba-tiba bersinar terang. Sinarnya sangat
menyilaukan mata.
Mulut
Xiao Mei menganga, ia tak henti-hentinya untuk takjub. Tubuhnya hanya mematung
karena sendi-sendinya yang memaku. Tak bisa digerakkan. Dalam relungnya, ia
sedikit berdecak, u-upilku k-kenapa?
Dan
selanjutnya, semua pertanyaannya terungkap sudah. Upil yang bersinar itu
melayang, berpendar menerangi ruangan. Upil itu pun bergerak, menyembulkan
mata, bibir, mengeluarkan tangan dan kaki. Xiao Mei semakin dibuat terpukau.
Sinar
itu semakin menyala, Xiao Mei semakin terperanjat.
Upil
itu pun merekah, bibirnya mulai bergerak.
Xiao
Mei semakin tergidik. Tak siap menyaksikan fenomena selanjutnya.
Dalam
keheningan malam yang membungkus ruangan, sinar itu melenyap. Upil itu terus
merekah, memancarkan pesonanya.
Dalam
dua detik, entah mengapa upil itu ternyata berbahasa. “Hai, Xiao Mei. Selamat
datang di Cupib Team!”
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar