Diam
tak selalu hangus tanpa makna. Ada kalanya bisumu memuarakan segala aksara.
Pada sudut hatimu, kau pun banyak bersuara. Hingga kesadaranmu merangkum,
lama-lama hatimu lebih banyak memberontak dibandingkan bibirmu.
Semilir
rekaman gambar terus bergilir di depan mata. Semua tampak biasa, sehingga kau
lebih memilih bungkam. Tetapi, ada saatnya... pemandangan orang yang kau cinta
membuatmu ingin bicara, tetapi fenomena itu menjahit mulutmu rapat.
Kau membisu
karena dibuat bisu.
Hatimu
meringkuk, dan tak ada salahnya kamu mendengarkan resahnya. Tak apa kau berbaur
dengan getah, bila semua desau itu membuatmu betah.
Hanya
dirimulah yang tahu bahwa kau sedang bicara dalam diam. Dan, dirimulah yang
tahu, suara siapa yang sedang beraksi dalam dirimu.
Asal kau tahu,
Suara itu bukan
bisikmu. Itu jeritmu dalam lorong teramat sempit.
Itu bukan
bahagiamu. Itu laramu.
Kau harus sadar,
itulah dirimu yang terhimpit cinta.
Mungkin
jika suara hatimu diizinkan bicara, ia akan berteriak lancang. Menembus segala
dinding. Mengoyak segala spesies perasaan. Bahkan, kau pun berharap-harap...
Hatimu yang
selalu memanggil namanya dapat menerobos perasaannya. Setidaknya.
Ini
hanyalah masalah tampak dan tidak tampak. Ceracaumu yang hanya merambati lereng
hati ternyata tak akan sanggup berkoar lewat udara. Kini, kau hanya bisa
disebut penonton, walau sebenarnya kamu ingin beraksi. Kamu ingin keluar. Kamu
ingin mengungkapkan apa yang sebenarnya.
Kau
ingin berdiri.
Kau
ingin berteriak lebih keras, memanggil namanya.
Kau
ingin berlari, menggapai dirinya, mengungkapkan segala kasih sayangmu yang
sudah membatu.
Tapi...
Ya, sudahlah.
Biarlah itu
menjadi misteri untukmu sendiri.
Bisumu
mengembuskan napas berat. Kau kembali duduk, dengan lutut yang melemas. Matamu
mulai bersuara, menimbunkan genangan air yang menyudut di kelopak mata.
Kau
hanya bisa tersenyum, tertawa sekali-kali, dan menyeka air mata yang terkadang
jatuh berlinang.
Siklus ekspresi itu
terus berputar.
Kau tersenyum,
saat dia bahagia.
Dan kau menangis,
saat dia bahagia, padahal itu menyesakkan hatimu sendiri.
Dan,
kapan saatnya kau tertawa?
Kau tertawa,
karena dirimu itu lucu sekali.
Kau merelakan
dia bahagia dengan cintanya, padahal kau sendiri pun tidak dengan cintamu.
Teruslah
tersenyum, tertawa dan menangis.
Karena
bisumu tak selalu mengungkap ekspresi,
Namun
tertoreh dalam aksara yang mudah memudar.
Santai saja.
Tetapi,
Jangan biarkan
bisumu mengikis dirimu perlahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar